ANALISIS
PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
PENELITIAN
ILMIAH
NAMA : Winda Riansyah
NPM
: 28210531
KELAS
: 3EB 09
ANALISIS
PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
ABSTRAK
Dalam penulisan Penelitian Ilmiah
ini penulis membahas tentang ‘Analisis Penerapan Sistem Akuntansi Syariah Pada
Lembaga Keuangan Syariah’ yang merupakan salah satu subsistem yang sedang
berkembang di dalam Sistem Perbankan Indonesia saat ini yaitu Sistem Perbankan
Syariah. Penerapan Sistem Akuntansi Syariah ini digunakan untuk mengembangkan
Sistem Perbankan di Indonesia dengan menggunakan Sistem Muamalah Syariah pada
Lembaga Keuangan Syariah yang ada di Indonesia saat ini. Pengembangan Sistem
Akuntansi Syariah ini dibuat dengan maksud untuk membantu dan mempermudah
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia dalam bentuk penyediaan Laporan Keuangan
berdasarkan prinsip Muamalah Syariah. Pembahasan Sistem Akuntansi Syariah dalam
Penelitian Ilmiah ini lebih banyak penerapan praktis yang dilaksanakan
sehari-hari di Lembaga Keuangan Syariah. Pada penulisan ini, penulis
menguraikan Sistem Akuntansi Syariah dan Analisis Penerapan Sistem Akuntansi
Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perbankan Syariah di Indonesia
diawali oleh pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 yang diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pemerintah dan Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) serta beberapa pengusaha Muslim. Sampai akhir tahun 2008
terdapat 5 Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Syariah BRI dan Bank Syariah Bukopin.
Hingga saat ini terdapat 27 Bank Umum yang membuka unit usaha syariah serta 131
BPR Syariah.
Perkembangan Perbankan Syariah di
Indonesia ditopang oleh deregulasi perundang-undangan. Sejak Undang-Undang No.
7 tahun 1992 yang menjadi dasar operasionalnya Bank Muamalat Indonesia,
dilanjutkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 memberikan kesempatan bank
konvensional menerapkan dual banking sistem sehingga sampai akhir tahun 2008
terdapat 27 Unit Usaha Syariah di Bank Konvensional. Serta Undang-Undang No. 21
tahun 2008 tentang perbankan syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008
membuat pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki
landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhan semakin cepat.
Produk perbankan syariah yang
mempunyai spesifikasi tersendiri seperti akad jual beli yang terdiri dari Murabahah,
Salam dan Istishna, akad bagi hasil yang terdiri dari Mudharabah dan
Musyarakah, serta sewa yang terdiri dari Ijarah dan Ijarah
muntahiyya bit tamlik. Disamping itu perbankan syariah menggunakan akad
tabarru untuk produk Qard, Qardhul hasan, Wakalah, Kafalah, Rahn.
Mengakomodasi produk perbankan
syariah maka Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan merujuk Standar Akuntansi
dan Auditing untuk Lembaga Keuangan Islam (Accounting and Auditing Standards
for Islamic Financial Institutions) yang dikeluarkan Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions, lembaga regulasi keuangan
Islam Internasional yang berkedudukan di Abu Dhabi, maka IAI membuat produk
pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah Nomor 59 yang disahkan 1
Mei 2002 dan diberlakukan 1 Januari 2003. Dalam perkembangannya PSAK 59
tersebut mendapat penyempurnaan dengan dikeluarkan PSAK 101 tentang penyajian
pelaporan keuangan syariah, PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, PSAK 103
tentang Akuntansi Salam, PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna, PSAK 105 tentang
Akuntansi Mudharabah, PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian Ilmiah ini disusun dan
dibuat untuk sebagai salah satu syarat penulis menyelesaikan tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia 2. Dan juga dapat digunakan untuk proses pembelajaran di dalam
kemahasiswaan tentang bagaimana cara penulisan Penelitian Ilmiah dan juga
menjelaskan tentang Sistem Akuntansi Syariah agar mahasiswa/i kampus
Universitas Gunadarma dapat mengetahui dan mengerti akan pentingnya penulisan
Penelitian Ilmiah ini.
Menjadi pedoman yang baku dan sah
bagi para mahasiswa dan dosen dalam rangka penulisan usulan penelitian dan
penyusunan Penelitian Ilmiah mahasiswa dalam jurusan Akuntansi di kampus
Universitas Gunadarma.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menguraikan Sistem Akuntansi Syariah dan aplikasi Akuntansi Islam di
Lembaga Keuangan Syariah berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Syariah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disusun dengan
bab intinya sebagai berikut :
1.3.1
Bab I membahas latar belakang tentang Perbankan Syariah dan Sistem Akuntansi
Syariah.
1.3.2
Bab II membahas Tinjauan Pustaka berupa landasan teori yang mencakup definisi
Perbankan Syariah, Surah Al-Qur’an mengenai Hukum Muamalah Syariah, dan Sistem
Akuntansi Syariah.
1.3.3
Bab III membahas tentang pembahasan penerapan Sistem Akuntansi Syariah pada
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia.
1.3.4
Bab IV membahas tentang saran maupun kritik yang sifatnya membangun.
1.4 Metode Penelitian
Metode Penelitian yang dilakukan
penulis pada penulisan ini yaitu dengan cara mempelajari teori-teori tentang
Sistem Perbankan Syariah dan Sistem Akuntansi Syariah dan teori pendukung
lainnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Perbankan Syariah
Perbankan Syariah dapat diartikan
sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum)
Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam Agama Islam
untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (contoh: usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak
Islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
Beberapa prinsip/hukum yang dianut
oleh Sistem Perbankan Syariah antara lain :
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
2.2 Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No. 7
tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke
masyarakat, dalam literature Islam dikenal dengan Baitul Mal atau Baitul
Tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank
Syariah. Secara akademik istilah Islam dan Syariah berbeda, namun secara teknis
untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam RUU No. 10 tahun 1998
disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
prinsip syariah adalah aturan berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syariah berarti
bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu
kepada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2.3 Nilai dan Prinsip Akuntansi
Islam
Konsep adanya sistem Syariah dapat
dijadikan sebagai nilai dasar dalam pembangunan kerangka konseptual sistem
akuntansi syariah, Rancangannya yaitu sebagai berikut :
- Menunjukkan perlunya sistem akuntansi alternatif bagi orang Islam dengan menguji secara kritis sistem akuntansi konvensional.
- Memberikan suatu pemahaman konsep dasar akuntansi syariah yang didasarkan pada syariat Islam.
- Mengusulkan kerangka konseptual akuntansi syariah dan implikasinya terhadap peran akuntan Muslim.
Beberapa nilai-nilai tersebut diatas
akan menjadi lengkap dengan adanya prinsip-prinsip umum akuntansi syariah
dibawah ini yang menjadi dasar universal dalam operasional akuntansi syariah,
yaitu:
- Prinsip Pertanggungjawaban
Merupakan suatu konsep yang
tidak asing lagi di kalangan masyarakat Muslim. Pertanggungjawaban selalu
berkaitan dengan konsep amanah. Karena bagi kaum Muslimin, persoalan amanah
adalah hasil transaksi manusia dengan sang kholiq mulai dari alam kandungan
hingga ia kembali pada Allah SWT. Sebab Allah SWT menciptakan manusia sebagai
kholifah di bumi dan inti dari kekholifahan itu ialah menjalankan atau
menunaikan amanah. Jadi implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa
individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan
pertanggungjawaban atas apa yang telah diamanahkan dan yang diperbuat kepada
pihak-pihak yang terkait pada dirinya, wujudnya bisa berbentuk laporan
akuntansi.
- Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan tidak saja berupa
nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan social dan bisnis, tetapi juga
merupakan nilai yang secara melekat dalam diri setiap manusia Keadilan dalam
konteks aplikasi dalam akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama
berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yang merupakan faktor yang
sangat dominant. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan
menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih
fundamental (dan tetap berpijak pada nlai-nilai etika/syariah dan modal)
2. Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran dalam akuntansi
ini jika dilakukan dengan baik maka akan dapat menciptakan keadilan dalam
mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Akuntansi merupakan suatu bentuk
pencatatan yang ditunjukkan untuk memberikan keterangan-keterangan sebagai informasi
keadaan keuangan maka inilah yang dianjurkan Islam agar mencatat setiap
transaksi agar tidak menimbulkan kecurigaan antara kedua belah pihak. Adanya
tujuan pencatatan diantaranya: Pertanggungjawaban atau bukti adanya transaksi,
penentuan pendapatan, informasi yang digunakan dalam proses pengambilan
keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan dikemudian hari.
Setelah dilihat keberadaan sistem
akuntansi kapitalis, maka dapat ditemukan beberapa persoalan. Persoalan
tersebut utamanya berkaitan dengan hal kepemilikan, konsep dasar, standar, dan
metode akuntansi. Dalam teori Akuntansi Syariah dapat meninggalkan kerangka
akuntansi konvensional, namun didalam sistemnya sudah dapat dibedakan, adapun
kerangka tersebut yaitu: Teori kepemilikan, teori kekayaan, dan fund theory.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (1991)
bahwa Akuntansi Islam itu sudah pasti ada, karena ia menggunakan metode
perbandingan antara konsep syariat Islam yang relevan dengan akuntansi dengan
konsep dan cirri kontemporer (dalam nuansa komperhensif) itu sendiri. Sehingga
disimpulkan bahwa nilai-nilai Islam dalam akuntansi dan akuntansi ada dalam
struktur hukum dan muamalat Islam.
Adapun menurut Muhammad Akram Khan
merumuskan sifat Akuntansi Islam, yaitu sebagai berikut:
- Penentuan Laba Rugi yang tepat,
- Mempromosikan dan Menilai Efisiensi Kepemimpinan,
- Ketaatan pada hukum Syariah,
- Keterikatan terhadap keadilan,
- Melaporkan dengan baik,
- Perubahan dalam praktek Akuntansi.
2.4
Surah Al-Qur’an Mengenai Hukum Muamalah Syariah
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ; 282)
“Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”
(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ; 283)
“Dan janganlah kamu dekati harta
anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan
beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu),
dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu ingat”
(Al-Qur’an Surah Al-An’aam ; 152)
“Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”
(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ; 275)
2.5
Sistem Akuntansi Syariah
2.5.1 Akad Jual
Beli
- Akuntansi Murabahah
Murabahah adalah menjual barang
dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli.
(PSAK 102 Paragraf 5).
Jual beli barang sebesar harga pokok
barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. (PBI No.09/9/PBI/2007
tanggal 18 Juni 2007).
- Akuntansi Salam
Salam adalah akad jual beli muslam
fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi
(penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati
sesuai dengan syarat-syarat tertentu. (PSAK 103 Paragraf 5)
Lembaga keuangan syariah dapat
bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika
lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada
pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini
disebut salam paralel. (PSAK 103 Paragraf 6)
Salam paralel dapat dilakukan dengan
syarat:
a)
Akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah
dari akat antara lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir, dan
b)
kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq).
(PSAK 103 Paragraf 7)
Barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas
dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan
salah atau cacat maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya. (PSAK
103 Paragraf 9)
3. Akuntansi Istishna
Istishna adalah akad penjual antara
al-mustashni (pembeli) dan as- shani (produsen yang juga bertindak sebagai
penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk membuat
atau mengadakan al-mashnu’ (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang
diisyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
Aset istishna dalam penyelesaian
adalah aset istishna yang masih dalam proses pembuatan.
2.5.2 Akad Bagi
Hasil
- Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah penanaman dana
dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi
untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan (net revenue sharing)
antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
(PBI No.9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007)
Mudharabah adalah akad kerjasama
suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. (Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000)
Jenis Mudharabah ada tiga, yaitu :
- Mudharabah Mutlaqah
Shahibul maal memberikan kebebasan
penuh kepada mudharib dalam pengelolannya.
- Mudharabah Muqayyadah
Shahibul maal memberikan batasan
kepada mudharib mengenai tempat, cara dan obyek investasinya.
- Mudharabah Musytarakah
Bentuk mudharabah dimana pengelola
dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Akad mudharabah musytarakah
merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam
mudharabah musytarakah, pengelola dana (akad mudharabah) menyertakan juga
modalnya dalam investasi bersama (akad musyarakah). Pemilik modal musyarakah
(musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang disetorkan.
Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah
adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana
sebagai pemilik modal musyarakah.
Mudharib dapat diperintahkan untuk :
- Tidak mencampuri dana shahibul maal dengan dana lainnya
- Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan atau
- mengharuskan mudharib untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga
2. Akuntansi Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.
(PSAK 106 Paragraf 4)
Musyarakah adalah penanaman dana
dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatru usaha
tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggungsemua pemilik dana/modal berdasarkan
bagian dana/modal masing-masing. (PBI No.9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007)
Karakteristik Musyarakah
- Kerjasama diantara pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
- Untuk membiayai sutu proyek tertentu, dimana mitra dapat mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus.
- Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aset non kas termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten dsb.
- Setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, namun mitra yang satu dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
- Keuntungan musyarakah dapat dibagi diantara mitra secara prorporsional sesuai modal yang disetor atau sesuai nisbah yang disepakati.
- Kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetor.
2.5.3 Akad Sewa
Menyewa
1. Akuntansi Ijarah
Akad Ijarah adalah akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa (Ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
(Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000)
Ijarah adalah akad sewa-menyewa
antara muajjir (lessor) dengan atas barang yang disewakannya. Ijarah muntahiyah
bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara lessor dngan lessee yang
diakhiri dengan perpindahan hak milik obyek sewa. (PAPSI 2003)
Ijarah adalah akad sewa menyewa
antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan
imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah
akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan
imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik
obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. (PSAK 59 Paragraf 105)
2.5.4 Akad Tabarru
1. Akuntansi Qardh
Al-Qardh yakni suatu akad pinjaman
kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya kepada lembaga keuangan syariah (LKS) pada waktu yang telah
disepakati oleh LKS dan nasabah. (Fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001)
Pinjaman Qardh adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan
peminjam melunasi hutang setelahjangka waktu ditentukan (PAPSI 2003)
Qardh adalah pinjam meminjam dana
tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman
secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. (PBI No.9/9/PBI/2007
tanggal 18 Juni 2007)
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Analisis Penerapan Akuntansi Syariah
3.1.1 Akuntansi
Murabahah :
1. Pengakuan dan
Pengukuran Murabahah
A. Pengakuan
- Harga Barang : Diakui sebagai “Asset Murabahah” sebesar biaya perolehan
- Potongan harga dari pemasok : Diakui sebagai pengurang biaya perolehan Aktiva Murabahah
- Pengukuran setelah perolehan :
a. Aktiva tersedia untuk
dijual untuk murabahah pesanan mengikat:
- Dinilai sebesar biaya perolehan, dan
- Penurunan nilai aktiva (usang, rusak dsb) diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva
b. Murabahah tanpa
pesanan atau pesanan tidak mengikat:
- Nilai terendah maka nilai perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi
- Nilai bersih < nilai perolehan maka diakui sebagai kerugian
- Pencatatan :
a. Harga pokok:
- Dibukukan pada perkiraan “Asset Murabahah”
b. Margin:
- Diakui/dicatat pada perk. “Margin Murabahah Ditangguhkan”
c. Harga jual:
- Dicatat pada perkiraan “Piutang Murabahah”
- Pengukuran dan Pengakuan :
a. Piutang Murabahah:
- Saat akad => diakui sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
- Akhir periode => dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi (piutang-penyisihan)
b. Keuntungan Murabahah:
- Akad berakhir sama dengan periode L/K => saat terjadinya
- Akad melampaui satu periode L/K => secara proporsional
c. Potongan pembayaran
(salah satu metode):
- Saat penyelesaian => bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
- Setelah penyelesaian => bank menerima dulu pelunasan, kemudian bank membayar potongan
d. Bayar Urbun :
- Diakui sebagai uang muka pembelian => sebesar jumlah yang diterima bank
- Apabila barang jadi dibeli nasabah => diakui sebagai pembayaran piutang
- Apabila barang batal dibeli nasabah => dikembalikan setelah diperhitungkan kerugian bank
e. Pengakuan
denda/Ta’wid :
- Dikenakan pada nasabah yang lalai melakukan kewajibannya
- Diakui sebagai bagian dana social (al Qardhul Hasan)
- Denda dalam murabahah
-
Nasabah mampu tapi tidak mau
-
Kedisiplinan nasabah terhadap kewajibannya
-
Besarnya sesuai perjanjian
3.1.2 Akuntansi
Salam
1. Piutang Salam :
A. Pengakuan dan Pengukuran
a. Piutang salam diakui
pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. (PSAK 103
Paragraf 12)
b. Pengukuran modal
usaha salam:
- Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset non-kas
-
Dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah dibayarkan, sedangkan
-
Dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai
wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
c. Penerimaan barang
pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
a)
Jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai yang disepakati
b)
Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
a)
Barang pesanan yang diterma diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar
dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai
barang pesanan yang tercantum dalam akad
b)
Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar pada saat diterima dan
selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dan barang pesanan lebih
rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad
d. Jika pembeli tidak
menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman, maka:
a)
Jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salamsebesar
bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad
b)
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi pitang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi, dan
c)
Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil
dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan
hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual yang
telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih
besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
- Penyajian
a. Pembeli menyajikan
modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b. Piutang yang harus
dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi
salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c. Penjual menyajikan
modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
2. Kewajiban Salam
A. Kewajiban lain adalah
kewajiban Bank/Lembaga Keuangan Syariah yang berkaitan dengan kegiatan utam
Bank/Lembaga Keuangan Syariah antara lain Kewajiban salam, Kewajiban Istishna,
pendapatan sewa diterima dimuka.
B. Kewajiban salam adalah
modal usaha salam yang diterima oleh Bank/Lembaga keuangan Syariah (sebagai
penjual) dari pembeli.
3.1.3 Akuntansi
Istishna
1. Pengakuan Dan
Pengukuran Istishna
A. Jika penyelesaian
pembayaran dilakukan dengan cara pembayaran dimuka secara penuh, perlakuan
akuntansinya mengikuti perlakuan akuntansi transaksi salam, dengan mengubah
istilah “piutang salam” menjadi “aset istishna dalam penyelesaian”.
B. Jika penyelesian pembayaran
dilakukan bersamaan dengan proses pembuatan aset istishna, adalah sebagai
berikut :
1)
Biaya ditangguhkan yang berasal dari biaya pra-akad diakui sebagai aset
istishna dalam penyelesaian pada saat akad ditanda tangani
2)
Biaya istishna diakui sebgai aset istishna dalam penyelesaian pada saat
terjadinya
3)
Biaya istishna paralel diakui sebagai aset dalam penyelesaian pada saat
diterimanya tagihan dari sub-kontraktor sebesar jumlah tagihan dan pada saat
yang bersamaan diakui hutang istishna kepada sub kontraktor.
- Penyajian
- Aset istishna dalam penyelesaian disajikan di neraca :
a)
Biaya-biaya yang dikeluarkan bank/lembaga keuangan syariah menggunakan metode
akad selesai, atau
b)
Biaya-biaya yang dikeluarkan ditambah penyesuaian pada akhir periode jika
bank/lembaga keuangan syariah menggunakan metode prosentase penyelesaian.
- Termin istishna disajikan sebagai pos lawan dari aset istishna dalam penyelesaian pada neraca.
3.1.4 Akuntansi
Pembiayaan Mudharabah
1. Pembiayaan Mudharabah
Bank/Lembaga Keuangan Syariah
Sebagai Shahibul Maal
- Pengakuan pembiayaan sebagai berikut :
- Pembiayaan
mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada
pengelola dana
- Pembiayaan
mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran
atau penyerahan.
- Pengukuran pembiayaan sebagai berikut :
- Pembiayaan
mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberika bank/lembaga
keuangan syariah pada saat pembayaran
- Pembiayaan
dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar aset non kas pada saat
penyerahan
- Selisih
antara nilai wajar dan nilai buku aset non kas diakui sebagai keuntungan atau
kerugian bank/lembaga keuangan syariah.
- Beban yang
terjadi sehubungan dengan mudharabah tidak dapat diakui sebagai bagian
pembiayaan mudharabah kecuali telah disepakati bersama.
- Bagi hasil dapat : metoda bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing)
3.1.5 Akuntansi
Musyarakah
1. Pembiayaan Musyarakah
setelah akad
- Musyarakah permanen dinilai sebesar historis setelah dikurangi kerugian (jika ada)
- Musyarakah menurun
- Dinilai
sebesar historis dikurangi bagian pembiayaan bank/LKS yang telah dikembalikan
mitra (harga jual wajar) dan kerugian.
- Selisih
nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan yang dikembalikan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian bank/LKS pada periode berjalan.
- Akad sebelum jatuh tempo diakhiri, pengembalian seluruh atau sebagian modal, selisih nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai nisbah yang disepakati atau rugi dengan porsi modal mitra.
- Akad diakhiri pembiayaan belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
2. Laba atau Rugi
Musyarakah
- Laba diakui sebesar bagian bank/LKS sesuai nisbah yang disepakati.
- Rugi diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
- Musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan :
- Keuntungan
diakui sesuai nisbah yang disepakati pada berjalan
- Kerugian diakui
pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan musyarakah
- Musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh modal :
- Laba
diakui sesuai nisbah saat terjadinya.
- Rugi
diakui secara proporsional sesuai kontribusi modal dengan mengurangi pembiayaan
musyarakah.
- Akad diakhiri, laba yang belum diterima dari mitra :
- Musyarakah
performing diakui sebagai piutang kepada mitra
- Musyarakah
non performing tidak diakui tapi diungkapkan dalam catatan laporan keuangan
- Kerugian akibat kelalaian mitra :
- Ditanggung
oleh mitra
-
Diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra (kecuali mitra mengganti dengan
dana baru)
3.1.6 Akuntansi
Ijarah
1. Dasar Pengaturan
Bank /LKS sebagai pemilik obyek sewa
- Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan obyek sewa dan disusutkan sesuai dengan:
- Kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk aktiva sjenis jika merupakan transaksi ijarah dan
- Masa sewa jika merupakan transaksi ijarah muntahiyah bittamlik. (PSAK 59 Paragraf 108)
- Pengakuan biaya perbaikan obyek sewa.
- Perpindahan hak milik obyek sewa dala ijarah muntahiyah bittamlik melalui hibah diakui pada saat seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan obyek sewa telah diserahkan kepada penyewa. Obyek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik obyek sewa pada saat terjadinya perpindahanhak milik obyek sewa. (PSAK 59 Paragraf 113)
- Perpindahan hak milik obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek sewa dengan harga sebesar sisa sewa sebelum berakhirnya masa sewa diakui pada saat penyewa membeli obyek sewa. Pemilik obyek sewa mengakui keuntungan atau kerugian atas penjualan tersebut sebesar selisih antara harga jual dan nilai buku bersih obyek sewa. (PSAK 59 Paragraf 114)
- Pengakuan pelepasan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui pembayaran sekedarnya.
- Pengakuan pelepasan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap.
2. Penyajian
A. Obyek sewa yang dibeli
Bank/LKS untuk disewakan kembali disajikan dalam neraca pada pos aktiva ijarah.
B. Akumulasi penyusutan aktiva
ijarah disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari aktiva ijarah.
C. Tunggakan pendapatan sewa
disajikan dalam pos piutang pendapatan ijarah
D. Uang muka pembayaran sewa
aktiva ijarah disajikan dalam pos aktiva lain-lain.
E. Beban perbaikan
aktiva ijarah atas beban pemilik obyek sewa yang dibayarkan terlebih dahulu
disajikan dalam pos aktiva lain-lain pada akun piutang kepada pemilik obyek
sewa.
3.1.7 Akuntansi
Qardh
1. Dasar Pengaturan
Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah
yang dipinjamkan pada saat terjadinya. Kelebihan penerimaan dari pinjaman atas
qardh yang dilunasi diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya. (PSAK 59
Paragraf 142)
2. Pengakuan dan
pengukuran
- Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya.
- Pengenalan biaya administrasi diakui sebagai pendapatan operasi lainnya.
- Penerimaan imbalan diakui sebagai pendapatan operasi lainnya sebesar jumlah yang diterima.
3. Penyajian
Pinjaman qardh yang sumber dari
intern bank, disajikan dalam neraca bank pada pos pinjaman qardh, sedangkan
yang bersumber dari ekstern bank, disajikan dalam pelaporan sumber dan
penggunaan dana qardhul hasan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.1.1
Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam Agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan
bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha
yang dikategorikan haram (contoh: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll).
4.1.2
Nilai dan Prinsip Akuntansi Islam
- Konsep adanya sistem Syariah dapat dijadikan sebagai nilai dasar dalam pembangunan kerangka konseptual sistem akuntansi syariah.
4.2
Saran
Akuntansi merupakan suatu bentuk
pencatatan yang ditunjukkan untuk memberikan keterangan-keterangan sebagai
informasi keadaan keuangan maka inilah yang dianjurkan Islam agar mencatat
setiap transaksi agar tidak menimbulkan kecurigaan antara kedua belah pihak.
Adanya tujuan pencatatan diantaranya: Pertanggungjawaban atau bukti adanya
transaksi, penentuan pendapatan, informasi yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan
dikemudian hari. Jadi, Menurut penulis Sistem Akuntansi Syariah sangat
dibutuhkan dan diperlukan sekali untuk diterapkan di dalam Sistem Perbankan
Syariah di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
- Firdaus Furywardhana (2009), Akuntansi Syariah, Yogyakarta, PPPS.
Referensi :
- Aji Dedi Mulawarman (2006), Menyibak Akuntansi Syariah, Yogyakarta, Kreasi Wacana.
- Ikata Akuntansi Indonesia (2002), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta, IAI.
- Muhammad (2002), Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat.
- Sofyan Syafri Harahap (1997), Akuntansi Islam, Jakarta, Bumui Aksara
- Tim Penyusun PAPSI (2003), Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta, IAI.
- Sumber Internet :
- 1. www.tugaskuliah.info/2010/07/pengertian-bank-syariah.html
- 2. cafe-ekonomi.blogspot.com/…/artkel-sistem-perbankan-syariah.html
- 3. www.koperasisyariah.com/pengertian-bank-syariah/