Jumat, 18 Januari 2013

tugas softskill Bahasa Indonesia 2




ANALISIS PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
PENELITIAN ILMIAH
NAMA            : Winda Riansyah
NPM               : 28210531
KELAS           : 3EB 09

ANALISIS PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI SYARIAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
ABSTRAK
Dalam penulisan Penelitian Ilmiah ini penulis membahas tentang ‘Analisis Penerapan Sistem Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah’ yang merupakan salah satu subsistem yang sedang berkembang di dalam Sistem Perbankan Indonesia saat ini yaitu Sistem Perbankan Syariah. Penerapan Sistem Akuntansi Syariah ini digunakan untuk mengembangkan Sistem Perbankan di Indonesia dengan menggunakan Sistem Muamalah Syariah pada Lembaga Keuangan Syariah yang ada di Indonesia saat ini. Pengembangan Sistem Akuntansi Syariah ini dibuat dengan maksud untuk membantu dan mempermudah Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia dalam bentuk penyediaan Laporan Keuangan berdasarkan prinsip Muamalah Syariah. Pembahasan Sistem Akuntansi Syariah dalam Penelitian Ilmiah ini lebih banyak penerapan praktis yang dilaksanakan sehari-hari di Lembaga Keuangan Syariah. Pada penulisan ini, penulis menguraikan Sistem Akuntansi Syariah dan Analisis Penerapan Sistem Akuntansi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perbankan Syariah di Indonesia diawali oleh pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pemerintah dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) serta beberapa pengusaha Muslim. Sampai akhir tahun 2008 terdapat 5 Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Syariah BRI dan Bank Syariah Bukopin. Hingga saat ini terdapat 27 Bank Umum yang membuka unit usaha syariah serta 131 BPR Syariah.
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia ditopang oleh deregulasi perundang-undangan. Sejak Undang-Undang No. 7 tahun 1992 yang menjadi dasar operasionalnya Bank Muamalat Indonesia, dilanjutkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 memberikan kesempatan bank konvensional menerapkan dual banking sistem sehingga sampai akhir tahun 2008 terdapat 27 Unit Usaha Syariah di Bank Konvensional. Serta Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 membuat pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhan semakin cepat.
Produk perbankan syariah yang mempunyai spesifikasi tersendiri seperti akad jual beli yang terdiri dari Murabahah, Salam dan Istishna, akad bagi hasil yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah, serta sewa yang terdiri dari Ijarah dan Ijarah muntahiyya bit tamlik. Disamping itu perbankan syariah menggunakan akad tabarru untuk produk Qard, Qardhul hasan, Wakalah, Kafalah, Rahn.
Mengakomodasi produk perbankan syariah maka Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan merujuk Standar Akuntansi dan Auditing untuk Lembaga Keuangan Islam (Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions) yang dikeluarkan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, lembaga regulasi keuangan Islam Internasional yang berkedudukan di Abu Dhabi, maka IAI membuat produk pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah Nomor 59 yang disahkan 1 Mei 2002 dan diberlakukan 1 Januari 2003. Dalam perkembangannya PSAK 59 tersebut mendapat penyempurnaan dengan dikeluarkan PSAK 101 tentang penyajian pelaporan keuangan syariah, PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna, PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian Ilmiah ini disusun dan dibuat untuk sebagai salah satu syarat penulis menyelesaikan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2. Dan juga dapat digunakan untuk proses pembelajaran di dalam kemahasiswaan tentang bagaimana cara penulisan Penelitian Ilmiah dan juga menjelaskan tentang Sistem Akuntansi Syariah agar mahasiswa/i kampus Universitas Gunadarma dapat mengetahui dan mengerti akan pentingnya penulisan Penelitian Ilmiah ini.
Menjadi pedoman yang baku dan sah bagi para mahasiswa dan dosen dalam rangka penulisan usulan penelitian dan penyusunan Penelitian Ilmiah mahasiswa dalam jurusan Akuntansi di kampus Universitas Gunadarma.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan Sistem Akuntansi Syariah dan aplikasi Akuntansi Islam di Lembaga Keuangan Syariah berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disusun dengan bab intinya sebagai berikut :
1.3.1        Bab I membahas latar belakang tentang Perbankan Syariah dan Sistem Akuntansi Syariah.
1.3.2        Bab II membahas Tinjauan Pustaka berupa landasan teori yang mencakup definisi Perbankan Syariah, Surah Al-Qur’an mengenai Hukum Muamalah Syariah, dan Sistem Akuntansi Syariah.
1.3.3        Bab III membahas tentang pembahasan penerapan Sistem Akuntansi Syariah pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia.
1.3.4        Bab IV membahas tentang saran maupun kritik yang sifatnya membangun.
1.4 Metode Penelitian
Metode Penelitian yang dilakukan penulis pada penulisan ini yaitu dengan cara mempelajari teori-teori tentang Sistem Perbankan Syariah dan Sistem Akuntansi Syariah dan teori pendukung lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perbankan Syariah
Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam Agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (contoh: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Beberapa prinsip/hukum yang dianut oleh Sistem Perbankan Syariah antara lain :
  1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
2.2 Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No. 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature Islam dikenal dengan Baitul Mal atau Baitul Tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik istilah Islam dan Syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam RUU No. 10 tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan  berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syariah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2.3 Nilai dan Prinsip Akuntansi Islam
Konsep adanya sistem Syariah dapat dijadikan sebagai nilai dasar dalam pembangunan kerangka konseptual sistem akuntansi syariah, Rancangannya yaitu sebagai berikut :
  1. Menunjukkan perlunya sistem akuntansi alternatif bagi orang Islam dengan menguji secara kritis sistem akuntansi konvensional.
  2. Memberikan suatu pemahaman konsep dasar akuntansi syariah yang didasarkan pada syariat Islam.
  3. Mengusulkan kerangka konseptual akuntansi syariah dan implikasinya terhadap peran akuntan Muslim.
Beberapa nilai-nilai tersebut diatas akan menjadi lengkap dengan adanya prinsip-prinsip umum akuntansi syariah dibawah ini yang menjadi dasar universal dalam operasional akuntansi syariah, yaitu:
  1. Prinsip Pertanggungjawaban
Merupakan  suatu konsep yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat Muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Karena bagi kaum Muslimin, persoalan amanah adalah hasil transaksi manusia dengan sang kholiq mulai dari alam kandungan hingga ia kembali pada Allah SWT. Sebab Allah SWT menciptakan manusia sebagai kholifah di bumi dan inti dari kekholifahan itu ialah menjalankan atau menunaikan amanah. Jadi implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban atas apa yang telah diamanahkan dan yang diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait pada dirinya, wujudnya bisa berbentuk laporan akuntansi.
  1. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan tidak saja berupa nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan social dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara melekat dalam diri setiap manusia Keadilan dalam konteks aplikasi dalam akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yang merupakan faktor yang sangat dominant. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada nlai-nilai etika/syariah dan modal)
2.   Prinsip Kebenaran
Prinsip kebenaran dalam akuntansi ini jika dilakukan dengan baik maka akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
Akuntansi merupakan suatu bentuk pencatatan yang ditunjukkan untuk memberikan keterangan-keterangan sebagai informasi keadaan keuangan maka inilah yang dianjurkan Islam agar mencatat setiap transaksi agar tidak menimbulkan kecurigaan antara kedua belah pihak. Adanya tujuan pencatatan diantaranya: Pertanggungjawaban atau bukti adanya transaksi, penentuan pendapatan, informasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan dikemudian hari.
Setelah dilihat keberadaan sistem akuntansi kapitalis, maka dapat ditemukan beberapa persoalan. Persoalan tersebut utamanya berkaitan dengan hal kepemilikan, konsep dasar, standar, dan metode akuntansi. Dalam teori Akuntansi Syariah dapat meninggalkan kerangka akuntansi konvensional, namun didalam sistemnya sudah dapat dibedakan, adapun kerangka tersebut yaitu: Teori kepemilikan, teori kekayaan, dan fund theory.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (1991) bahwa Akuntansi Islam itu sudah pasti ada, karena ia menggunakan metode perbandingan antara konsep syariat Islam yang relevan dengan akuntansi dengan konsep dan cirri kontemporer (dalam nuansa komperhensif) itu sendiri. Sehingga disimpulkan bahwa nilai-nilai Islam dalam akuntansi dan akuntansi ada dalam struktur hukum dan muamalat Islam.
Adapun menurut Muhammad Akram Khan merumuskan sifat Akuntansi Islam, yaitu sebagai berikut:
  1. Penentuan Laba Rugi yang tepat,
  2. Mempromosikan dan Menilai Efisiensi Kepemimpinan,
  3. Ketaatan pada hukum Syariah,
  4. Keterikatan terhadap keadilan,
  5. Melaporkan dengan baik,
  6. Perubahan dalam praktek Akuntansi.
2.4       Surah Al-Qur’an Mengenai Hukum Muamalah Syariah
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ; 282)
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ; 283)
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”
(Al-Qur’an Surah Al-An’aam ; 152)
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”
(Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ; 275)

2.5       Sistem Akuntansi Syariah
2.5.1    Akad Jual Beli
  1. Akuntansi Murabahah
Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli. (PSAK 102 Paragraf 5).
Jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. (PBI No.09/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007).
  1. Akuntansi Salam
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. (PSAK 103 Paragraf 5)
Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel. (PSAK 103 Paragraf 6)
Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
a)      Akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari akat antara lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir, dan
b)      kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq).
(PSAK 103 Paragraf 7)
Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya. (PSAK 103 Paragraf 9)
3.   Akuntansi Istishna
Istishna adalah akad penjual antara al-mustashni (pembeli) dan as- shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk membuat atau mengadakan al-mashnu’ (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang diisyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
Aset istishna dalam penyelesaian adalah aset istishna yang masih dalam proses pembuatan.
2.5.2    Akad Bagi Hasil
  1. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan (net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. (PBI No.9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007)
Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. (Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000)
Jenis Mudharabah ada tiga, yaitu :
  1. Mudharabah Mutlaqah
Shahibul maal memberikan kebebasan penuh kepada mudharib dalam pengelolannya.
  1. Mudharabah Muqayyadah
Shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai tempat, cara dan obyek investasinya.
  1. Mudharabah Musytarakah
Bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (akad mudharabah) menyertakan juga modalnya dalam investasi bersama (akad musyarakah). Pemilik modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik modal musyarakah.
Mudharib dapat diperintahkan untuk :
  • Tidak mencampuri dana shahibul maal dengan dana lainnya
  • Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan atau
  • mengharuskan mudharib untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga
2.   Akuntansi Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana. (PSAK 106 Paragraf 4)
Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatru usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggungsemua pemilik dana/modal berdasarkan bagian dana/modal masing-masing. (PBI No.9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007)
Karakteristik Musyarakah
  • Kerjasama diantara pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
  • Untuk membiayai sutu proyek tertentu, dimana mitra dapat mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus.
  • Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aset non kas termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten dsb.
  • Setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, namun mitra yang satu dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
  • Keuntungan musyarakah dapat dibagi diantara mitra secara prorporsional sesuai modal yang disetor atau sesuai nisbah yang disepakati.
  • Kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetor.
2.5.3    Akad Sewa Menyewa
1.   Akuntansi Ijarah
Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. (Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000)
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara muajjir (lessor) dengan atas barang yang disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara lessor dngan lessee yang diakhiri dengan perpindahan hak milik obyek sewa. (PAPSI 2003)
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. (PSAK 59 Paragraf 105)
2.5.4    Akad Tabarru
1.   Akuntansi Qardh
Al-Qardh yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada lembaga keuangan syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah. (Fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001)
Pinjaman Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutang setelahjangka waktu ditentukan (PAPSI 2003)
Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. (PBI No.9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1       Analisis Penerapan Akuntansi Syariah
3.1.1    Akuntansi Murabahah :
1.   Pengakuan dan Pengukuran Murabahah
A.  Pengakuan
  1. Harga Barang : Diakui sebagai “Asset Murabahah” sebesar biaya perolehan
  2. Potongan harga dari pemasok : Diakui sebagai pengurang biaya perolehan Aktiva Murabahah
  3. Pengukuran setelah perolehan :
a.   Aktiva tersedia untuk dijual untuk murabahah pesanan mengikat:
  • Dinilai sebesar biaya perolehan, dan
  • Penurunan nilai aktiva (usang, rusak dsb) diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva
b.   Murabahah tanpa pesanan atau pesanan tidak mengikat:
  • Nilai terendah maka nilai perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi
  • Nilai bersih < nilai perolehan maka diakui sebagai kerugian
  1. Pencatatan :
a.   Harga pokok:
  • Dibukukan pada perkiraan “Asset Murabahah”
b.   Margin:
  • Diakui/dicatat pada perk. “Margin Murabahah Ditangguhkan”
c.   Harga jual:
  • Dicatat pada perkiraan “Piutang Murabahah”
  1. Pengukuran dan Pengakuan :
a.   Piutang Murabahah:
  • Saat akad => diakui sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
  • Akhir periode => dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi (piutang-penyisihan)
b.   Keuntungan Murabahah:
  • Akad berakhir sama dengan periode L/K => saat terjadinya
  • Akad melampaui satu periode L/K => secara proporsional
c.   Potongan pembayaran (salah satu metode):
  • Saat penyelesaian => bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
  • Setelah penyelesaian => bank menerima dulu pelunasan, kemudian bank membayar potongan
d.   Bayar Urbun :
  • Diakui sebagai uang muka pembelian => sebesar jumlah yang diterima bank
  • Apabila barang jadi dibeli nasabah => diakui sebagai pembayaran piutang
  • Apabila barang batal dibeli nasabah => dikembalikan setelah diperhitungkan kerugian bank
e.   Pengakuan denda/Ta’wid :
  • Dikenakan pada nasabah yang lalai melakukan kewajibannya
  • Diakui sebagai bagian dana social (al Qardhul Hasan)
  • Denda dalam murabahah
-          Nasabah mampu tapi tidak mau
-          Kedisiplinan nasabah terhadap kewajibannya
-          Besarnya sesuai perjanjian
3.1.2    Akuntansi Salam
1.   Piutang Salam :
A.  Pengakuan dan Pengukuran
a.   Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. (PSAK 103 Paragraf 12)
b.   Pengukuran modal usaha salam:
  • Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset non-kas
-          Dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah dibayarkan, sedangkan
-          Dalam bentuk aset non-kas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
c.   Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
a)      Jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai yang disepakati
b)      Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
a)      Barang pesanan yang diterma diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad
b)      Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dan barang pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad
d.   Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
a)      Jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salamsebesar bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad
b)      Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi pitang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi, dan
c)      Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
  1. Penyajian
a.   Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b.   Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c.   Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
2.   Kewajiban Salam
A.  Kewajiban lain adalah kewajiban Bank/Lembaga Keuangan Syariah yang berkaitan dengan kegiatan utam Bank/Lembaga Keuangan Syariah antara lain Kewajiban salam, Kewajiban Istishna, pendapatan sewa diterima dimuka.
B.  Kewajiban salam adalah modal usaha salam yang diterima oleh Bank/Lembaga keuangan Syariah (sebagai penjual) dari pembeli.
3.1.3    Akuntansi Istishna
1.   Pengakuan Dan Pengukuran Istishna
A.  Jika penyelesaian pembayaran dilakukan dengan cara pembayaran dimuka secara penuh, perlakuan akuntansinya mengikuti perlakuan akuntansi transaksi salam, dengan mengubah istilah “piutang salam” menjadi “aset istishna dalam penyelesaian”.
B.  Jika penyelesian pembayaran dilakukan bersamaan dengan proses pembuatan aset istishna, adalah sebagai berikut :
1)      Biaya ditangguhkan yang berasal dari biaya pra-akad diakui sebagai aset istishna dalam penyelesaian pada saat akad ditanda tangani
2)      Biaya istishna diakui sebgai aset istishna dalam penyelesaian pada saat terjadinya
3)      Biaya istishna paralel diakui sebagai aset dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari sub-kontraktor sebesar jumlah tagihan dan pada saat yang bersamaan diakui hutang istishna kepada sub kontraktor.
  1. Penyajian
  2. Aset istishna dalam penyelesaian disajikan di neraca :
a)      Biaya-biaya yang dikeluarkan bank/lembaga keuangan syariah menggunakan metode akad selesai, atau
b)      Biaya-biaya yang dikeluarkan ditambah penyesuaian pada akhir periode jika bank/lembaga keuangan syariah menggunakan metode prosentase penyelesaian.
  1. Termin istishna disajikan sebagai pos lawan dari aset istishna dalam penyelesaian pada neraca.
3.1.4    Akuntansi Pembiayaan Mudharabah
1.   Pembiayaan Mudharabah
Bank/Lembaga Keuangan Syariah Sebagai Shahibul Maal
  • Pengakuan pembiayaan sebagai berikut :
-     Pembiayaan mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana
-     Pembiayaan mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan.
  • Pengukuran pembiayaan sebagai berikut :
-     Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberika bank/lembaga keuangan syariah pada saat pembayaran
-     Pembiayaan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar aset non kas pada saat penyerahan
-     Selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset non kas diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank/lembaga keuangan syariah.
-     Beban yang terjadi sehubungan dengan mudharabah tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan mudharabah kecuali telah disepakati bersama.
  • Bagi hasil dapat : metoda bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing)
3.1.5    Akuntansi Musyarakah
1.   Pembiayaan Musyarakah setelah akad
  • Musyarakah permanen dinilai sebesar historis setelah dikurangi kerugian (jika ada)
  • Musyarakah menurun
-     Dinilai sebesar historis dikurangi bagian pembiayaan bank/LKS yang telah dikembalikan mitra (harga jual wajar) dan kerugian.
-     Selisih nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan yang dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank/LKS pada periode berjalan.
  • Akad sebelum jatuh tempo diakhiri, pengembalian seluruh atau sebagian modal, selisih nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai nisbah yang disepakati atau rugi dengan porsi modal mitra.
  • Akad diakhiri pembiayaan belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
2.   Laba atau Rugi Musyarakah
  • Laba diakui sebesar bagian bank/LKS sesuai nisbah yang disepakati.
  • Rugi diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
  • Musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan :
-     Keuntungan diakui sesuai nisbah yang disepakati pada  berjalan
-     Kerugian diakui pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan musyarakah
  • Musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh modal :
-     Laba diakui sesuai nisbah saat terjadinya.
-     Rugi diakui secara proporsional sesuai kontribusi modal dengan mengurangi pembiayaan musyarakah.
  • Akad diakhiri, laba yang belum diterima dari mitra :
-     Musyarakah performing diakui sebagai piutang kepada mitra
-     Musyarakah non performing tidak diakui tapi diungkapkan dalam catatan laporan keuangan
  • Kerugian akibat kelalaian mitra :
-     Ditanggung oleh mitra
-     Diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra (kecuali mitra mengganti dengan dana baru)
3.1.6    Akuntansi Ijarah
1.   Dasar Pengaturan
Bank /LKS sebagai pemilik obyek sewa
  1. Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan obyek sewa dan disusutkan sesuai dengan:
  • Kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk aktiva sjenis jika merupakan transaksi ijarah dan
  • Masa sewa jika merupakan transaksi ijarah muntahiyah bittamlik. (PSAK 59 Paragraf 108)
  1. Pengakuan biaya perbaikan obyek sewa.
  2. Perpindahan hak milik obyek sewa dala ijarah muntahiyah bittamlik melalui hibah diakui pada saat seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan obyek sewa telah diserahkan kepada penyewa. Obyek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik obyek sewa pada saat terjadinya perpindahanhak milik obyek sewa. (PSAK 59 Paragraf 113)
  3. Perpindahan hak milik obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek sewa dengan harga sebesar sisa sewa sebelum berakhirnya masa sewa diakui pada saat penyewa membeli obyek sewa. Pemilik obyek sewa mengakui keuntungan atau kerugian atas penjualan tersebut sebesar selisih antara harga jual dan nilai buku bersih obyek sewa. (PSAK 59 Paragraf 114)
  4. Pengakuan pelepasan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui pembayaran sekedarnya.
  5. Pengakuan pelepasan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap.
2.   Penyajian
A.  Obyek sewa yang dibeli Bank/LKS untuk disewakan kembali disajikan dalam neraca pada pos aktiva ijarah.
B.  Akumulasi penyusutan aktiva ijarah disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari aktiva ijarah.
C.  Tunggakan pendapatan sewa disajikan dalam pos piutang pendapatan ijarah
D.  Uang muka pembayaran sewa aktiva ijarah disajikan dalam pos aktiva lain-lain.
E.   Beban perbaikan aktiva ijarah atas beban pemilik obyek sewa yang dibayarkan terlebih dahulu disajikan dalam pos aktiva lain-lain pada akun piutang kepada pemilik obyek sewa.
3.1.7    Akuntansi Qardh
1.   Dasar Pengaturan
Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya. Kelebihan penerimaan dari pinjaman atas qardh yang dilunasi diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya. (PSAK 59 Paragraf 142)
2.   Pengakuan dan pengukuran
  1. Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya.
  2. Pengenalan biaya administrasi diakui sebagai pendapatan operasi lainnya.
  3. Penerimaan imbalan diakui sebagai pendapatan operasi lainnya sebesar jumlah yang diterima.
3.   Penyajian
Pinjaman qardh yang sumber dari intern bank, disajikan dalam neraca bank pada pos pinjaman qardh, sedangkan yang bersumber dari ekstern bank, disajikan dalam pelaporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan.
BAB IV
PENUTUP
4.1              Kesimpulan
4.1.1        Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam Agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (contoh: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll).
4.1.2        Nilai dan Prinsip Akuntansi Islam
  1. Konsep adanya sistem Syariah dapat dijadikan sebagai nilai dasar dalam pembangunan kerangka konseptual sistem akuntansi syariah.
4.2       Saran
Akuntansi merupakan suatu bentuk pencatatan yang ditunjukkan untuk memberikan keterangan-keterangan sebagai informasi keadaan keuangan maka inilah yang dianjurkan Islam agar mencatat setiap transaksi agar tidak menimbulkan kecurigaan antara kedua belah pihak. Adanya tujuan pencatatan diantaranya: Pertanggungjawaban atau bukti adanya transaksi, penentuan pendapatan, informasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan dikemudian hari. Jadi, Menurut penulis Sistem Akuntansi Syariah sangat dibutuhkan dan diperlukan sekali untuk diterapkan di dalam Sistem Perbankan Syariah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
  • Firdaus Furywardhana (2009), Akuntansi Syariah, Yogyakarta, PPPS.
Referensi :
  1. Aji Dedi Mulawarman (2006), Menyibak Akuntansi Syariah, Yogyakarta, Kreasi Wacana.
  2. Ikata Akuntansi Indonesia (2002), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta, IAI.
  3. Muhammad (2002), Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat.
  4. Sofyan Syafri Harahap (1997), Akuntansi Islam, Jakarta, Bumui Aksara
  5. Tim Penyusun PAPSI (2003), Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta, IAI.
  • Sumber Internet :
  1. 1. www.tugaskuliah.info/2010/07/pengertian-bank-syariah.html
  2. 2. cafe-ekonomi.blogspot.com/…/artkel-sistem-perbankan-syariah.html
  3. 3. www.koperasisyariah.com/pengertian-bank-syariah/